Monday, June 16, 2025

Puncak, Orbit, Bulan, Bintang

Diatas langit masih ada langit, namun untuk sementara ini, kita rayakan pencapaian kita mencapai orbit.

Next, kita pergi ke bulan.

* * *

HUT, done.
Pentas, done bang.
Next? 
Regen full team, pentas idealis with dana gacor.

Sunday, June 15, 2025

Berlapis-lapis topeng

Draf dari : 30 Mei 2025

Aku... tidak tahu lagi apa yang nyata, tulisan-tulisan ini sekilas terlihat intim, tulus, sangat pribadi, namun aku mulai berpikir bahwa semua ini hanya lah pelampiasan dari keinginanku untuk menulis saja.

Selalu ada garis konseptual yang membentang di tiap tiap entri, rumusan umum berupa sebab-akibat, namun aku mulai mempertanyakan keasliannya. Apakah itu refleksi dari keresahan hatiku, atau hanya pola-pola yang berusaha dihubungkan oleh logika kepala ku untuk menghasilkan paragraf yang runtut dan runut.

Sebagai contoh, "Jiwa ku letih dan penat, solusinya mungkin tidur yang lebih berkualitas. Memaknai segala hal dalam kehidupan sehari-hari, alih-alih hanya membiarkannya lewat begitu saja." Bukankah semua itu terdengar logis?

Namun apa yang sesungguhnya aku rasakan? Apa yang sesungguhnya aku inginkan? Berbagai solusi aku usulkan, ku inovasikan tak lain hanya untuk diriku sendiri. Namun tak ada yang berhasil, tak ada yang melekat, tak ada yang konsisten. Apa pelajaran moral yang sedang kutimba saat ini? Apa yang menungguku dibalik garis akhir?

Minato Aqua merangsek maju penuh nyali dengan tiket satu arahnya ke negeri asing, melangkah dengan mantap menembus kabut dengan peta kosongnya, yang hendak ia isi dengan warna cerah dan ceria. Aku dari 2022 takjub akan kisahnya yang tersampaikan di lagu kereta laut itu, sangat menginspirasi, indah nan ajaib.

Kurasa aku ingin hidup seperti itu, jadi aku merangsek maju menjalani kehidupan kampus. Hidup itu indah, ajaib, aku ingat betul rasanya.

Namun rasa itu hilang ditengah jalan, aku tidak yakin jatuh dimana. Tiba-tiba aku semakin malas saja untuk berangkat keluar rumah, untuk mencari makan saja begitu berat, aku menjadi ancaman terhadap diriku sendiri.

Dan sepanjang waktu itu pula, aku terus mendambakan masa-masaku yang naif dan optimis akan masa depan. Diriku yang telah lalu, yang sudah hilang dan melebur jadi aku sekarang.

* * *

Lanjutan di 15 Juni 2025 :

Zengat pernah mengirimkan aku sebuah pesan panjang, 28 Januari lalu, semacam hadiah ulang tahun kepagian. Satu penggalan dari pesannya yang terus aku baca berulang-ulang :

"Sebuah mahakarya tidak akan mampu terwujud tanpa adanya ketulusan dan kerelaan diri sepanjang proses penciptaannya."

"Jika menurutmu mahakarya yang sedang engkau garap butuh segenap jiwa, raga, waktu, dan seluruh kedirianmu untuk dikorbankan -- Pertama, semoga beruntung. Kedua, lu salah"

"Get rekt" (english slang/bahasa gaul, setara "mampus lo")

Makasih wejangannya, sehat-sehat terus Zengat.



Tekad, Iman, Hati... Amanah

Hari ini (15mei25), anak-anak teater ada janji bertemu pukul 14, hari ini pula kedirianku memutuskan untuk runtuh, kambuh lagi.

Ada cucian yang harus dijemur, ada nasi basi yang harus dibuang dan piring yang harus dicuci, ada paket yang harus dikirim untuk Sofia yang ia perlukan di Bogor tanggal 23 kelak, dan aku memutuskan untuk mengambuhkan diri pukul 12 tengah hari...

* * *

Lusa lalu aku kambuh. Daya ponsel ku padam, rumahku pun gelap, rekanku membutuhkanku, dan aku tidak hadir untuk mereka.

Malam menjelang, aku memesan makan secara daring, sudah kubayar daring pula dan kuminta digantung di gagang pintu saja sehingga aku tak harus menerimanya tatap muka. Whatsapp kunonaktifkan sehingga tak ada pesan yang bisa masuk dan centangku tetap satu ketika ponsel tersambung ke internet untuk memesan makanan, aku belum siap kembali.

30 menit berlalu, perutku akhirnya takluk sehingga kuambil makanku, dan mendapati Daus yang telah menunggu hampir satu jam di teras untuk kubukakan pintu. Sempat pula Ia mengobrol dengan kurir makan ku ketika sampai, bel rumah tidak berbunyi ketika Ia tekan karena sambungan listriknya dicopot ketika Sofia hendak menyalakan treadmill ketika Ia liburan kesini 4 hari yang lalu. Ia pulang 2 hari yang lalu.

* * *

Sesuatu yang selalu berusaha kutolak, yang selama ini tidak bisa kuterima sebagai kenyataan, adalah kesombonganku sebagai makhluk lemah yang hidup di muka bumi, yang sepantasnya takluk akan kehendak takdir yang diatur oleh tuhan.

Nasihat bunda selalu ku abaikan, ketika Ia terus mengoceh bahwa yang kubutuhkan adalah tuhan, yang kubutuhkan adalah ibadah, tapi bagaimana mungkin meminta pertolongan dari sesuatu yang hanya eksis secara konseptual? Bagaimana cara mempercayai hal itu? Bagaimana cara bergantung pada sesuatu yang tidak bisa di 'nyata' kan oleh akal pikiran?

Kiranya begitu olehku, jika hidupku sudah tidak berantakan, barulah ibadah dapat kutunaikan dengan taat, pikirku. Namun sepertinya bukan begitu cara kerja agama, cara kerja tuhan, cara kerja hati. Perilaku tidak bisa membengkokkan kehendak hati, justru sebaliknya.

Nasihat bunda tidak lagi mempan padaku, hidupku yang porak poranda selalu Ia kaitkan pada ibadah, pada tuhan. Bukan niatku untuk menjadi durhaka, tapi kalau hatiku belum mau kesana, seyogyanya harus bagaimana? Nasihatnya menjadi ocehan mengesalkan, tidak ada kata-katanya yang bisa menyusup dalam hatiku.

Bunda taat beribadah, pasti enak bisa mempunyai kepercayaan tak tergoyahkan seperti itu dalam hatinya. Jika tertimpa kesulitan, cukup meneguhkan hati dan percaya akan takdir yang diatur tuhan. Namun aku tidak bisa melakukan itu, selama ini, aku menghadapi dunia dengan logika, semua adalah rumus yang bisa terpetakan jika aku berusaha cukup keras menurutku.

Tapi apa yang selalu kukatakan pada orang yang menceritakan kesulitannya padaku?

"Badai hanya lah sementara, badai kan berlalu, surya kan tiba, teruslah berlayar, teruslah bertahan, teruslah menerjang."

Munafik, standar ganda, kontradiktif, aku yang berprinsip logis, menasihati orang dengan rasa, dengan meyakinkan keteguhan hati.

Lantas apa jadi nya aku ketika terperangkap dalam lubang konseptual yang persis? Lubang yang mencekik hati, menggoyahkan iman, meranggaskan tekad.

"Sebentar lagi, waktu akan menyembuhkan segala luka, biar ku istirahat sejenak, jalan masih panjang."

* * *

Malam itu Daus bermalam dirumahku, membawa kaset-kaset musik orisinil koleksinya untuk diputar di HiFi Sound System milik ayah sebelum lelap menjemput. Musik Sigur Ros diputar dengan volume sedang pukul 00:30 dini hari seraya aku dan nya dibuai hingga terlelap oleh alunan nada dari dalam kaset. Diselingi reff "Bokura no Seiza" Shirakami Fubuki satu jam setelahnya dalam bentuk alarm ponselku, aku sudah lelap sedangkan Daus belum.

Paginya Daus hengkang, aku mandi sejenak sebelum berangkat menjemputnya yang bersiap-siap daribkos. Siangnya kami berdua ke kediaman mas Benz untuk konsultasi setting perpanggungan dan sebagainya, termasuk permasalahanku.

Mas Benz mewejangkan beberapa penawaran, perbanyak menggantungkan diri pada Dzat yang maha kuasa, berolahraga atau memenuhi kebutuhan tubuh baik secara fisik atau psikis, bisa berupa nutrisi atau hiburan, kepuasan diri, atau ke psikiater untuk menangani permasalahannya secara logis, seperti prinsip yang aku pegang.

Nasihat ini mengejutkan bagiku, karena mas Benz adalah sosok yang tidak terlihat begitu dekat dengan agama ketimbang aku. Ia peminum, Ia pengguna ganja, Ia biang onar semasa mudanya, namun ada kerendahan hati darinya yang tidak kumiliki ketika menyangkut keimanan pada Dzat yang lebih tinggi dari dunia seisinya.

Aku masih terlalu sombong, secara tidak sadar pun aku masih memandang rendah orang disekitarku dengan segala bias kepercayaan dan prinsip yang kupegang. Dan yang paling fatal, aku tidak menggantungkan diri pada tuhan. Mas Benz, orang yang kupandang sebagai pendosa itu, berserah diri pada tuhan. Barangkali derajatnya jauh lebih tinggi dibanding aku yang berpikir aku diatasnya hanya karena aku pernah lebih lama taat beribadah ketimbangnya.

* * *

Aku paham secara logika, keimanan dibutuhkan untuk hidup sehat. Hatiku harus sehat untuk membenahi hidupku, ibadah adalah akar segala perkara kehidupan. Namun cara bunda menasihatiku, dengan taat beribadah, dengan sifat memaksa, tidak mendapat simpatiku. Niatnya baik, namun hal itu tidak beresonansi dalam hatiku. Justru ketika nasihat itu datang dari mas Benz, orang yang paling tidak kuduga untuk mendapat nasihat yang sama, akhirnya hatiku tergerak.

Aku yakin bunda tidak henti-hentinya berdoa di sepertiga malam terakhir untukku, adik-adikku, ayah, dan keluargaku. Bahkan setelah semua yang terjadi, menghadapi keras batunya hatiku yang bandel mendengarkan nasihatnya, doanya masih didengarkan dan dikabulkan tuhan. Pertemuanku dengan mas Benz adalah wujud manifestasi doa malam-malam tersebut, kurasa. Aku akan mencoba bun, mas, akan kucoba.

Tuesday, June 10, 2025

dibalik cermin

Dalam kerangkeng konseptual aku berdiri dalam hampa, menatap buram kemanapun mata mendarat, sambil menghela nafas, hanya satu yang bisa kubisikkan pada diri sendiri, "capek, capek banget, aku capek banget." Aku baru selesai mandi, 7 jam setelah bangun pagi.

Namun ucapan adalah doa, sejak kapan aku membiasakan mengucap hal yang begitu buruk? Dunia ada dalam genggaman orang yang menghendakinya, tekad adalah permainan pikiran belaka. Sejak kapan aku kalah?

Tapi aku sungguh lelah, tuhan. Aku tak mampu lagi melawan realita, aku muak dan lelah, 'sedikit lagi' ini tidak ada ujungnya, kebohongan apalagi yang harus aku ciptakan untuk membakar jiwa dan hati ini agar ia bisa tulus bergerak memenuhi kewajiban yang kutanggung untuk orang lain?

Capek, capek banget, aku capek banget...

Giling aku, aku lelah, aku ingin damai, aku ingin mengulang, aku ingin hal baru. Aku lelah, aku lelah, lelah.

Thursday, May 22, 2025

Akhir sebuah fase

Aku mulai menulis buku log-harianku lagi, jadi sepertinya blog ini akan kembali hibernasi.

Masih ada beberapa draf yang kutulis sebelum entri ini kuunggah yang belum selesai, akan kuusahakan untuk menyelesaikannya. Ada juga beberapa draf dari tahun lalu yang tercantum di halaman "Side Quest", aku juga akan coba selesaikan itu.

Untuk lagu, sekali lagi Tokino Sora berhasil mencuri hatiku dengan lagunya "Sayonara Blossom" dari albumnya "My Loving" yang sudah lawas itu.


Kadang kita tak perlu makna, kita hanya perlu alasan. Lirik Sayonara Blossom tidak memiliki makna yang dalam, tapi dari pesona tulusnya yang hendak dianggap biasa saja, kutemukan alasanku untuk terus berjuang.

Tuesday, May 20, 2025

Memaknai setiap aksi

Semua aksi seyogyanya memiliki makna. Kita mandi untuk membersihkan raga dan jiwa, kita mencari hiburan untuk memuaskan jiwa, kita makan untuk memenuhi kebutuhan raga,

Ketika tubuh lelah, respon alamiahnya adalah untuk mengantuk dan tidur. Namun manusia adalah tuan akan takdirnya sendiri, bagaimana sebaiknya Ia merespon instingnya tersebut?

Aku bisa tumbang di sofa begitu saja setelah tiba dirumah, dengan seragam lengkap. Namun apakah itu pantas disebut istirahat? Apakah istirahat yang diperoleh dari lelap secara ugal-ugalan itu berkualitas?

Atau aku bisa melawan insting itu sedikit lebih lama, cukup lama untuk membersihkan diri, mengganti pakaian yang kukenakan dengan sesuatu yang lebih longgar dan santai, dan menumbangkan diri di kasur kamar berpendingin yang gelap gulita untuk memaksimalkan ekskresi melatonin dalam tubuh yang memulihkan sel-sel.

Ada komitmen yang harus menjadi rempah utama dalam setiap aksi-aksi yang kita maknai, dan sudah sepantasnya kita mensyukuri hidup dengan memaknai setiap langkah dan aksi yang kita ambil.

Istirahat tidak bisa setengah-setengah, ketika letih lelah dan ada kesempatan untuk istirahat total, sebijaknya dimaksimalkan. Jangan sampai takluk akan insting, nafsu untuk segera tidur dimana pun, namun untuk tetap mengejar kualitas, sebagaimana dalam segala bidang kehidupan.

2 tahun ku hidup menjalani hari dengan tenaga cadangan dan adrenalin kekurangan tidur, hanya untuk sampai pada kesimpulan yang selalu ada di depan mata.

Kesempurnaan selalu dikejar dalam pengkaryaan seni, namun seharusnya tidak luput juga untuk mengejarnya di nilai akademis, pula juga segala sisi kehidupan. Tidur, makan, hiburan, segala-galanya.

Saturday, May 17, 2025

Episode

Kambuh lagi, aku nggak tahu harus gimana. Sudah mepet, banyak yang harus dikejar, tapi kalo depresi udah kambuh, semua urusan duniawi bakalan lepas dari kepedulianku.

Anak-anakku keras latihan, anak-anakku giat ngerjain tugas mereka, tinggal aku yang harus balas budi pengabdian mereka. Aku harus dateng, aku harus temui mereka, aku harus hargai kerelaan mereka.

* * *

Bagaimana cara menyayangi diri sendiri?

Yang kurasa, mungkin aku masih kurang menghormati diriku sendiri. Mungkin, aku masih kurang merawat diriku sendiri.

Jika aku lelah, aku segera tidur di permukaan empuk segera setelah masuk rumah. Itu artinya, di sofa, dengan seragam lengkap. Paginya aku akan terbangun dengan badan yang masih kurang prima, karena sofa dan seragam ketat tidak mengizinkan tubuh untuk bisa istirahat total dan memulihkan diri. Karena seragam itu membuat tubuhku berpikir aku masih berada di luar rumah, aku bisa segera sadar dan mulai beraktivitas lagi karena tubuh mengira kita masih butuh melanjutkan pekerjaan di luar rumah dengan sisa tenaga yang masih ada. Namun itu bukan teknik bangun pagi yang efektif, tidak terjadi pemulihan diri selama istirahat, kondisi tubuh hanya akan terus terpuruk jika ini terus dilakukan terus menerus.

Aku perlu beristirahat di kasur, aku perlu mandi setelah pulang dan mengenakan pakaian santai sebelum tidur. Aku perlu lebih memperhatikan kondisi tubuhku. Aku perlu lebih menghormatinya. Tidak hanya tubuh, tapi juga jiwa, psikis.

Alih-alih berfokus untuk hendak segera melaksanakan kewajiban harian, namun selalu tertunda dahulu karena terjerat aplikasi dalam ponsel sebelum melaksanakannya, mengapa tidak sekalian menyalakan komputer dan bermain suka ria, puaskan diri sebelum menunaikan kewajiban yang dituntutkan padaku.

Tubuh butuh makanan, pikiran butuh "makanan" pula. Penuhi kebutuhan diri sebelum membantu lingkungan sekitar.

Logikanya sungguh mudah dan gamblang, kenapa pengimplementasiannya begitu sulit?

Makanan, kebutuhan tubuh. Hiburan, kebutuhan jiwa. Kelancaran akademis, tuntutan kewajiban.

Sehingga kegiatan berteater, bidang yang selalu kutuangkan seluruh isi jiwa dan ragaku, tak lain hanya lah tuntutan kewajiban yang diminta oleh lingkunganku.

Setara dengan pekerjaan membereskan rumah dan merawat properti pribadi.

Tentu saja, dunia tidak bekerja semudah itu. Hidupku akan berantakan jika aku terlalu abai akan urusan rumah tangga, aku harap bisa lekas waras agar bisa menjalani kehidupan yang lebih normal.

Tuesday, May 13, 2025

Bakti untuk Ageng

Pagi ini aku diberitahukan bahwa Ageng akan dijual dan digantikan mobil transmisi manual, beraneka ragam rasa yang begitu padat seketika mengalir dalam tubuhku.


Siangnya aku terlelap sejenak di sofa, dan bermimpi.

Aku diminta mengendarai innova putih bude yang merupakan mobil kopling. Dan aku mengendarai mobil itu ke jembatan yang putus, tidak sepenuhnya putus, ada sebatang beton yang menyambungkan jembatan itu, namun tidak cukup ruangnya dilewati mobil. Aku tidak melihat jembatan itu putus hingga terlambat sehingga akhirnya mendadak mengerem. Namun tidak cukup kutekan pedal remnya, karena mobil terus meluncur hingga mobil akhirnya melontar dan kedua roda menggantung diatas sungai sedangkan kolong mobil bergesekan dengan beton kasar itu, membuat suara derit decit yang begitu menggetarkan hati dan dompet.

"Kamu memang tidak bisa diamanahi untuk merawat dan menjaga mobil."

Kata-kata paling membekas, tidak nyata pun aku masih ingat teror yang diberikannya padaku.

Karena memang Ageng keluar masuk bengkel, Ageng kubawa menerobos air laut, Ageng menerjang banjir, setir Ageng mengunci berulang kali ketika pengemudinya salah menginjak pedal rem di mode Drive, remot kunci mulai tidak bekerja, speedometer dan AC berkedip-kedip di tengah tanjakan, dan tahun baru 2023...

Apa aku menyayangi mu Ageng? Aku belum bisa merelakanmu, tapi aku juga sepertinya tidak bisa merawatmu dengan benar. Aku bingung, aku harus bagaimana?

Friday, May 9, 2025

373:49 - 24 April 2025 (mental breakdown)

Kemarin rabu, 23 april 2024, kami sepakati sebagai hari libur bersama dari proses berkegiatan di teater. Jadi aku tidak berangkat ke kampus, aku bahkan tidak keluar rumah. Sarapan dan makan siangku hari itu merangkap jadi makan malamku, aku memesan gofood pukul 5 sore setelah semua jadwal ujianku habis kubolosi. Lalu kembali ku berdiam diri dalam gelap kamarku, digerogoti isi buah pikir kepalaku, semua stimuli dari luar aku blokade, tidak kuhiraukan sama sekali. Segala keresahan dan kepenatan yang bermanifestasi menjadi perilaku hibernasi, metamorfosa kepompong, dan untuk apa? Apa hikmahnya? Apa faedahnya? 

Dikutip dari sebuah situs imageboard tertentu

1314 Name: Anonymous : 2025-04-24 18:12 ID:Z+QXYiUo
Is there even such a thing as simple laziness? I hadn't got out of bed and I haven't been eating for more than 20 hours now, for the sole reason that I'd need to get out of bed to get food. I feel like I won't mind if I just died out of starvation tbh, just because that'd be easier than getting food from outside. My desktop and chargers are all beside my bed, so I don't need to move to accommodate their battery power. My room is plenty cool with air conditioner, so I have no need to look for fresher air.

I probably gonna have to order online food soon since my stomache is starting to get real noisy and feels tight now, but its not like I couldn't push through them if I really want to. I don't really think about taking my own life, but its not like I'm gonna be upset if someone told me someone's gonna push me onto an oncoming truck, I probably would just accept it as is and made no attempt to avoid it.

People always told me I'm irresponsible in my duties, well, its always my fault and its always up to me to fix it until they realize I don't care about my life either, isn't it? How to patch fix?

1315 Name: Anonymous : 2025-04-24 18:42 ID:VqNoFAdh
>>1314 Bruh, go eat something and then go outside. Ignore the haters.

1316 Name: Anonymous : 2025-04-24 22:37 ID:Z+QXYiUo
>>1315 I finally ate, ordered something online, but its night time now so I can't really go anywhere.

And I skipped my exams today, and I ignored all messages from people I know today, and there are ongoing daily group activities I missed out on today and yesterday, and I don't know how they would really turn out without me around, and I've been neglecting my duties since yesterday.

How much is too much laziness that it was actually a symptom for something more terrible? And how much is even more laziness that it simply overclocks back to being a simple laziness?

1317 Name: Anonymous : 2025-04-25 00:18 ID:VqNoFAdh
>>1316 That's not laziness, I'd definitely consider that depression. Depression doesn't always equal sad, it means your emotions and energy are low. You're lacking motivation, passion, etc. You're in a depression. The way through it is either go to therapy and work out why your emotional state is being subpar or deal with it yourself. Both are fine. It's even fine to not want to deal with society and responsibilities right now, but definitely take the time to at least self reflect on your mental health instead of diving into mind numbing social media or games.

1318 Name: Anonymous : 2025-04-25 15:43 ID:Z+QXYiUo
>>1317 Very hard when in the middle of a long term project, so tiny space for leisure movement/manouvre.

I wanna blame something, but there's simply nothing that I could point to. Its all on me, in my head, because I'm the one feeling it all. I skip my duties, I feel bad for skipping them, which drags me even lower to want even less things to do with the duties, but I know I still need to do them, and it keeps going on and on.

Why is our brain like this?

1319 Name: Anonymous : 2025-04-25 15:44 ID:8VVDQxaY
^ sounds like depression bro

great fun to have when you don't even want to make instant noodles

on that note, im kinda too fucking lazy to cook today but... the chickpeas have been sitting in water for a while so i should cook them aaaaaaaaaaaaaaaaaaaah

Wednesday, May 7, 2025

Fajar di Pom Bensin

Ku terbangun oleh suara tetanggaku, pengemudi kendaraan yang terparkir disebelahku. Langit berwarna biru pudar, fajar masih malu-malu di ufuk timur.

Ku nyalakan keran musola, kosong. Ku nyalakan keran musola 2, kosong. Ku nyalakan keran musola 3, dan mulai membasuh air wudhu.

Didalam hanya ada cukup ruang untuk 2 saf. Karpet, alas sembahyang, terlentang 1. Sekitar 8 orang bisa berjejer dari ujung ke ujung. Empat orang terlentang lelap diatasnya, dua lagi bersandar lelap di dinding belakang.

Kita istirahat di kala gelap, agar mampu mengadu nasib saat esok tiba.

* * *

Manusia merasa paling hidup ketika seluruh jiwa raga nya tertuang pada hal yang diperjuangkannya. Anehnya, aku merasa sangat hidup ketika berada di musola itu dini hari 5:43, terlepas dari segala lelah dan kantuk yang sudah kubawa sepanjang malam.

Aku masih mengantuk hingga kini, 8:45 pagi.

250:20 - 21 April 2025

Ada jadwal ujian UTS sehabis duhur, pembelajaran mesin. Aku tidak akan hadir di ruang ujian siang itu.



Pagi ku rileks, ku seduh susu coklat hangat dan minum sambil ditemani musik yang ku kompilasikan dari bulan Februari lalu. Sesekali ku cek mesin cuci dibelakang dan mengurus baju-baju kotor, tentunya dengan permulaan seproduktif ini akan berjalan lancar hariku bukan?

Daus menghubungi lewat teks membahas penaskahan, hasil kajiannya setelah membahas bersama mas Ben yang terus bertanya sambil memberikan argumen kenapa acara mereka harus internal atau eksternal. Kemudian bertanya apakah aku memiliki kalkulator atau tidak, aku tidak punya dan aku hendak meminjam seseorang kelak. Ia pun mengusul kita beli kalkulator bersama, namun Ia tak memiliki uangnya jadi Ia meminta padaku lebih dulu. Aku menyanggupi, Ia memperoleh kalkulator murah seharga 30 ribu di Mr.DIY.

Waktu menunjukkan pukul 10, aku merebahkan diri di bedcover diatas sofa yang dilipat Jamal kala menginap pekan lalu dan lelap sejenak. Terbangun, aku membuka status harian orang-orang dan melihat pamflet hari kartini dari anak-anak aktifis lain. Aku pun meminta dibuatkan pamflet juga di grup obrolan teater. Sebentar lagi jam 11, harus segera bersiap, jangan sampai terlambat ujian. Tidak lupa juga untuk berkunjung ke ruang Biro Kemahasiswaan agar dapat mengajukan pendanaan kegiatan, Pandu pun juga hendak bertemu nanti siang atau sore, semoga dapat kita bujuk untuk ikut menggarap acara.

Waktu menunjukkan pukul 11:30, aku baru selesai mandi. Sekarang tinggal mengenakan kemeja dan celana panjang, panaskan mobil, lalu berangkat, bukan?

Oh, pamflet Kartini sudah dibuatkan Amel dini hari lalu dan sudah mengudara sejak matahari terbit. Baguslah, kupikir selagi menyejukkan badan di kamarku yang berpendingin.

Waktu menunjukkan pukul 12:00, kita tahu bahkan meskipun terlambat masuk ruang ujian hingga 1 jam pun, pengawas akan mengizinkan masuk, bukan begitu?

Waktu menunjukkan pukul 12:30...

Waktu menunjukkan pukul 13:00...

Waktu menunjukkan pukul 13:30...

Waktu menunjukkan pukul 14:00...

Pandu mengajak bertemu pukul 15 sore, aku menyanggupi, kemudian mengabari Daus untuk menyusul karena pukul 16 Pandu hendak bergegas untuk mengerjakan tugasnya di tempat lain. Aku pun mengenakan pakaian santai, karena ujian pasti sudah selesai ketika aku sampai di kampus, dan kantor BIMA pasti sudah tutup usai aku bertemu Pandu.

Kami berbincang, panjang dan lebar, namun aku tak merasa ucapanku ada yang masuk dalam hatinya. Sudah lebih dari 250 jam berlalu sejak percakapan tatap muka ini, dan masih belum ada kabar darinya untuk berubah pikiran. Aku tidak akan menaruh harapan, namun jika Ia kembali, kami selalu menyambut...

Usainya Ia beranjak, aku dan Daus memilih rehat sejenak dan makan di warung mas Miran depan markas para ormawa. Waktu menunjukkan pukul 17:30.

* * *

Adam tiba selagi kami masih makan, Abung berjaga di depan pintu gedung untuk mencegat kami atau kawannya yang lewat, Arya dan Ame sudah melihatnya duduk sendirian dekat pintu dari jauh. Aku tidak lagi mampu mengingat detail-detail kecil seperti entri-entri sebelumnya, sudah 445 jam sejak hari ini berlalu.

Aku hanya ingat bahwa kami berhasil menjahit urutan acara dan konsep untuk HUT kelak, seluruh gedung F yang baru di seolah-olahkan menjadi mesin waktu, dan hadirin dibawa ke masa lain yang sesuai dengan zaman latar cerita pementasan, sebelum dibawa kembali ke masa kini untuk merayakan hari jadi.

Kenapa aku bisa ingat ini? Karena arsipnya tercatat jelas di grup obrolan koordinasi acara.

Thursday, May 1, 2025

236:25 - 20 April 2025

Kuintiliyun momen-momen kecil kita, terlalu sepele untuk kita kenang, semuanya larut dalam arus waktu, bagai butir-butir pasir yang menyelip lewat celah jari-jari kita.



Aku membongkar lemari besar rak kanan teratas, dimana kukubur artefak hasil jerih payah penderitaanku semasa pandemi. Kertas kalkir dengan hasil jiplakan surat kabar, kertas A3 dengan guratan kuas dan cat, sampel huruf-huruf tipografi dalam lembaran A4, arsiran-arsiran pensil yang membentuk pencahayaan pada buah dan objek-objek bangun ruang, nirmana geometris dan organis yang tidak pernah selesai, pelajaran isometri, perspektif dua titik hilang, di tiap goresan kuas, spidol, pensil pada lembaran kertas ini, terabadikan memori akan mimpi yang telah padam. Amane Kanata menyanyi ditengah keputusasaanku, dan untuknya kupersembahkan liang lahat penuh mimpi yang telah kandas ini.


Aku dan pengurus ada janji temu dengan Ren di DPR meja batu sore ini, tepatnya pukul 16 sore.

Aku terlambat berangkat, sedangkan Jamal motornya masih di kampus, aku harus menjemputnya. Ia memutuskan untuk memesan ojek online.

Aku tiba di meja batu menemukan mereka berdua sudah hampir satu jam berdiskusi disitu. Lalu berangsur Daus dan Amel juga datang.

* * *

Hendak bubar, Ren kutanya hendak kemana. Karena belum ada rencana, pun kuajak dia ke Gramedia bersama pengurus yang lain. Aku hendak mencari folder untuk kertas-kertas bekas di kamar, yang lain mungkin mencari buku bacaan.

Sesampainya di Majapahit, Ren menggerutu bahwa seharusnya Ia bawa motor saja sendirian karena ini sudah sangat dekat dengan rumahnya ketimbang kampus.

Aku mengambil Fate:Strange Fake jilid 3 dan manga HoloX sebelum turun ke lantai 1 untuk mencari folder yang kubutuhkan dirumah, meninggalkan Daus, Ren, Jamal, dan Amel yang masih melihat-lihat buku.

* * *

Kami akhiri perjalanan dengan makan penyetan di Kariadi sebelum kembali ke kampus, dimana Amel makan sambil menonton Youtube di ponselnya yang duduk diatas gelas es tehnya dan Jamal yang hanya memesan tempe, tahu, & ati karena belum gajian ketika yang lain memesan ayam.

* * *

Aku sampai rumah dan segera menyortiri kertas-kertas bekas yang berserakan di kamarku ke dalam folder baruku sebelum terlelap, aku lupa aku tumbang dikamar atau disofa. Sudah lebih dari 200 jam.

241:22 - 19 April 2025

Ba'da duhur Amel mengabarkan di obrolan grup bahwa Ia hendak ikut menonton pentas Undip karena tidak jadi pulang.

Jam 15:41, aku baru bangun dari tidur siang. 16:50 sempat gerimis, aku berangkat dari rumah menuju kampus dalam satu jam perjalanan.

* * *

Seseorang yang membagikan pamflet promosi pentas itu di grup obrolan pasti menderita miopi karena tercantum disana bahwa ini merupakan studi pentas, dan studi pentas tidak bisa dijamin kualitasnya. Sehingga kami harus duduk menonton dua pentas dalam durasi lebih dari 120 menit dengan kualitas yang begitu ampas di balai desa suatu tempat di Banyumanik.

Dengan suasana hati yang terkhianati ekspektasi, kami beranjak mencari makan ke burjo ngegas di gombel. Namun tidak sebelum berpamitan dengan mas Nano, anak ISI yang ikut menonton pentas tadi, sekaligus orang yang berhutang workshop keaktoran pada kami setelah melakukan pemutaran film tahun lalu.

Dan rupanya Burjo Ngegas penuh, tak ada meja kosong tersisa. Hangus 5 ribu membayar parkir, suasana hati kecewa, perut lapar, dan tatapan kasihan dari teman-teman Amel yang kebetulan bertemu sedang rapat di meja mereka, kami kembali ke mobil mencari makan ditempat lain. 3 menit berselang kami tinggalkan parkiran, ponsel Amel berdering.

"Baru muncul ada meja kosong" ujar kawannya dari seberang seluler, namun sudah terlambat.

Kami memutuskan untuk ke Tembalang mencari burjo, dan tiba di Burpunice. Banyak colokan tidak tersambung listrik, namun setidaknya ada cukup ruang untuk parkir mobil. Jamal terpaksa menumpang mengisi daya ponselnya di meja yang ditempati dua sejoli sedang mesra mengerjakan tugas kuliah mereka.

Sambil menunggu makan dan baterainya, Ia meminjam komputerku dan bermain NFS:MW. Diskusi enteng kami menunggu makanan tiba untuk memutarbalikkan kekecewaankami terhadap pentas tadi berangsur-angsur mengarah ke pembahasan HUT. Usul ide pendanaan ke BIMA dari mas Chap berupa workshop dari mas Nano alumni ISI termahsyur, pengadaan lomba dengan menggaet minat dari penjuru Indonesia dengan koneksi ayahku untuk menyebarkan nama kampus, sosialisasi kampus ke sekolah-sekolah SMA dengan kedok workshop keteateran, semua ide kami kaji dan strategi kami atur untuk menaklukkan Biro Kemahasiswaan. Sementara itu anggaran acara HUT kami patok dalam jumlah 6 digit berawalan angka 1, sisa 300 ribu untuk keadaan darurat. 1,3 adalah uang pendapatan dari menyewakan jasa lampu dan tirai kami pada jurusan sastra inggris untuk tugas semester mereka berupa pentas.

Jika pengajuan pendanaan bisa tembus ke BIMA, setidaknya kami bisa santai sejenak karena tidak harus memikirkan keuangan yang selalu menipis.

* * *

Sewaktu pulang, Jamal harus kuantar karena motornya terkunci dalam kampus yang dikunci pukul 23:30 sedangkan kami baru usai makan jam 00.

Friday, April 25, 2025

107:26 - 18 April 2024

Aku terbangun di atas bedcover dan sofa ruang tengah.



Aku tidak ingat apa yang kulakukan pagi itu, hanya saja aku ingat membolos Jumatan. Kurasa aku akhirnya mencuci pakaian hari itu, dan tidak ada kelas pak Rohman karena hari itu libur nasional perayaan Jumat Agung. Kami diberi video materi sebagai suplemen materi pekan itu. Kurasa aku juga ingat sempat bermain Gran Turismo di PS sebelum duhur, dan kecewa karena memory card ku sudah rusak dan tidak dapat dipakai menyimpan data lagi. Mungkin aku juga membereskan rumah atau kamarku, sebisaku, semampu daya inginku.

* * *

Mas Ubaid menelponku, hendak meminjam kaki gong. Namun kami tidak punya, kami selalu meminjam kaki gong dari aula gedung E3 tanpa izin setiap acara peresmian anggota baru. Kami bisa coba pinjamkan secara tertulis, namun tidak ada jaminan akan dibolehkan. Mas Ubaid memutuskan untuk meminjam ke teater Esa.

Dilain kabar, tepat esok sabtu ada pementasan teater dari Undip. Amel selaku penanggung jawab bidang 2 penelitian dan pengembangan menitipkan delegasi ke pengurus yang tersisa, karena Ia hendak pulang ke kampung halamannya hingga senin. Daus skeptis akan kualitas pementasan ini, harga tiketnya 15 ribu per orang. Dan di teater, harga tiket tidak bisa menjadi tolak ukur kualitas tontonan. Komunitas teater banyak yang memasang harga secara asal, tanpa mengkaji kembali kualitas pementasan yang hendak mereka jual pada khalayak umum. Ini sudah menjadi suatu polemik umum, namun tidak ada pula yang dapat memberi solusi karena perkara ini terlalu luas lingkupnya.

Untuk hari ini, KSK Wadas hendak bertamu menyampaikan undangan pentas mereka. Jadi itu satu alasan untuk berangkat ke kampus hari itu meski tidak ada kelas.

Amel mengajak ke gramedia, aku menyanggupi jika sempat setelah tamu kita pulang. Dan akan ada rapat online di Discord bersama adik-adik tingkat membahas acara HUT kelak malam, kami skeptis akan efektif, tapi pengalaman adalah guru terbaik dan waktu kami kurasa masih cukup untuk membuat kesalahan dan belajar darinya.

* * *

Aku tiba di parkiran kampus pukul 15:30, dan karena belum ada orang, aku pun kembali melelapkan diri di mobil.

Amel tiba, lalu kita bertemu di meja batu DPR (dibawah pohon rindang) karena gedung F masih saja panas. Namun tak lama, kami pindah ke Aryani karena aku belum makan. Berduaan saja dengan Amel membuatku sadar bahwa kami tidak memiliki minat yang serasi untuk bisa diobrolkan, sehingga suasana ketika hanya ada kami berdua hening sunyi. Kami hanya rekan kerja, tidak dekat secara personal diluar konteks tersebut. Tidak jadi masalah, kurasa. Pengumuman tentang berita film layar lebar Adit Sopo Jarwo sedang dalam penggarapan lewat di halaman utama Twitter ku, kutunjukkan pada Amel dan kusuruh menebak isi komentarnya. Ia tertawa lepas duluan sebelum aku dapat menunjukkan isi komentarnya, tentu saja, "Semoga ada adegan Dontol dikeroyok warga karena karakternya mengesalkan."

Usainya makan, kami kembali ke DPR menunggu pengurus yang lain tiba. Sebelum memutuskan, lebih baik ke gramedia sekarang sebelum tamu kita datang dan disusul agenda rapat setelah mereka pulang. Kami pun ke mobil dan memberi ultimatum di grup pengurus, 5 menit tak ada kabar dan akan kami tinggal. Jamal mengabarkan dan tiba tak lama kemudian, Daus tanpa kabar sehingga kami tinggalkan.

Di gramedia aku membeli manga "Girls Last Tour" karya Tsukumizu dan "I sold my life for ten thousand yen per year", Amel mencari buku berjudul "Mada" sedangkan Jamal mencari buku Sokrates. Amel tidak menemukan bukunya, sedangkan Jamal tidak memiliki cukup uang untuk membeli bukunya. Sejam habis berselang, aku membayar dan kami pun kembali ke kampus menunggu tamu kami datang. Namun tidak sebelum Amel membeli gunting untuk keperluan memotong kertas di kosnya, sedangkan aku terpaku dengan buku, alat tulis dan folder bermotif gadis anime serta tekstur mengkilap ungu pelangi. (Aku lupa anime apa, kalau 

Sampai di parkiran, lagi, hendak kuambil jajan dari bagasi. Ada dus berisi oleh-oleh dari Palangkaraya yang belum kuberikan pada kawan-kawan teater karena kami tidak lagi memiliki markas, kubuka dan Amel pun bertanya ada jajan apalagi di dus itu, aku pun mengeluarkan beberapa bungkus, Ia baca labelnya satu-satu. Sudah seperti ibu-ibu memilih jualan di pasar, komentar Jamal.

* * *

KSK WADAS tiba, dan menyampaikan surat undangan untuk pentas mereka yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Polemik di kampus mereka saat ini yakni pemangkasan dana kegiatan, efisiensi yang sedang marak di seluruh negeri. Kesembilan UKM Teater di UIN Walisongo harus berbagi dana yang dialokasikan kampus untuk kegiatan mereka karena saat ini semua teater di kampus mereka dipandang sebagai satu kesatuan. Setelah berbincang sejenak dan kami jamu es teh, mereka pamit undur diri.

Kami pun melanjutkan kegiatan kami, agenda selanjutnya yakni rapat daring bersama junior-junior membahas pembagian tugas, penentuan tema dan konsep acara HUT bulan depan.

Tidak ada banyak sanggahan dari pengembanan tugas berdasarkan pilihan yang sudah ditentukan secara acak lusa lalu. Pengajuan tema juga berlangsung lancar, hingga tiba waktunya voting menentukan entri mana yang hendak dipakai. Saat itu pula senior alumni mas Ben berkunjung singkat ke DPR untuk mengambil kunci kos Daus, Ia terbiasa meminjam laptop dan kamarnya untuk bekerja selama setahun terakhir. Ia sudah sempat curi dengar keputusan-keputusan yang kami ambil lewat obrolan-obrolannya bersama Daus ketika sedang meminjam laptopnya di kamar kos, dan sudah dijelaskan alasan kami mengambil keputusan itu, namun Ia tetap tidak habis pikir dan bersikeras menanyakan kembali alasan kami memilih untuk menyiapkan pentas hanya selama satu bulan dan ditampilkan dalam acara internal saja. Lalu ia memaparkan bagaimana menurutnya, sebaiknya persiapan pentas dilakukan selama 2 bulan saja dan acara HUT dijadikan ajang menguji perkembangan junior-junior dalam mempersiapkan pentas mereka dan mungkin bisa memperoleh masukan dari para tamu undangan yang merupakan alumni senior teater.

Sempat kamu terdiam membeku mendengar penjelasan beliau, bagai tertangkap basah melakukan kesalahan. Padahal kami punya penjelasan yang logis atas keputusan yang sudah kami ambil itu, hanya saja suara kami tak ada yang keluar. Daus menyampaikan hal ini setelah mas Ben pamit, Ia sudah berulang kali menanyakan hal itu, tapi tetap saja masih ditanyakan. Untungnya rapat daring tadi sudah di atur ke mode bungkam oleh Amel sehingga keluhan mas Ben tidak dicuri dengar oleh anggota-anggota baru. Rapat pun berlanjut, dan voting menunjuk tema tahun ini akan jadi "Mesin Waktu" oleh Ersa. Jam menunjukkan pukul 21:30.

Kami membahas sedikit tentang visi Ersa akan tema tersebut dan Ia mengakui idenya masih belum sempurna, namun gambaran yang Ia punya saat itu adalah pembagian sesi acara menjadi masa lalu, masa kini, dan masa depan. Masa lalu membahas pencapaian yang sudah-sudah, masa kini mengupas kondisi sekarang, dan masa depan mengungkap harapan-harapan yang hendak ditanam kedepannya. Hendak kami ajak memulai sesi tukar-menukar ide, namun waktu yang sudah larut berdasarkan jadwal rutinitas mereka memaksa kami untuk segera mengakhiri rapat karena sudah tidak efektif lagi performa orang-orang dalam berpikir dan berdiskusi.

Lalu karena aku sudah masuk mode yapping entah karena lelah atau setres setelah dicekoki saran oleh alumni seniorku, aku sendiri yang mengajak kita semua untuk keluar jajan Mie Gacoan di daerah Majapahit karena hanya cabang daerah itu saja yang buka hingga larut malam. Tentu saja, antriannya bukan main panjangnya. Aku dan Daus melihat Hoka Hoka Bento yang juga masih buka tepat disebelah, tetangga Gacoan. Kami saling melirik, mengernyit, seharusnya kita makan disana saja, lebih sepi dan damai.

* * *

Setelah sampai dirumah dan mandi, aku mengganti seprai kasurku dan menurunkan bedcover kotor berwarna biru yang kusisihkan dari kamarku ke sofa kotak depan televisi sejak zaman Pleistosen. Aku juga mengganti galon kosong di dispenser dengan galon terisi, kurasa.

Tuesday, April 22, 2025

130:08 17 April 2024

Jam pada judul entri-entri ini hanya akan bertambah gila jika aku terus melanjutkannya, dan aku tidak tahu apakah aku bisa menulis semuanya setelah lama waktu berlalu. Detil kejadian yang menjadi semakin buram hingga tak lagi tersisa dalam ingatanku, aku berduka dalam diam atas hilangnya momen-momen kecil tak penting yang mendefinisikan hidup dan diri kita.



Aku terbangun melihati semua orang sudah tertidur, kesemutan karena duduk dalam posisi melipat sendi-sendiku. Aku ke kamar untuk mengambil bantal, kemudian melanjutkan tidur di sofa ruang tamu. Aku tidak melihat jam berapa ketika itu, namun aku ingat sejenak terbangun tanpa membuka mata ketika alarm ku memutar potongan lagu "Bokura no Seiza" rilisan Fubuki lama kemudian, dan Amel mematikannya sebelum kami kembali terlelap.

Ketika aku terbangun lagi, Amel sedang mencuci piring. Waktu menunjukkan pukul 11, tidak ada makanan dirumah, hanya agar-agar dan kue kering. Aku mengisi daya komputer tentengku yang kutinggal terlelap malam lalu, kemudian kami menonton "Howl's Moving Castle" sambil menunggu Jamal bangun. Aku sudah sempat menonton awalannya ketika masih liburan semester di Palangkaraya, namun tidak pernah lewat dari 20 menit pertama. Jadi aku ikut menonton film yang sudah dipilih Amel itu, agak lucu ketika Ia hendak menyalakan teks bahasa Indonesia dan mengubah suara nya ke Jepang dan tidak kunjung berhasil. Aku berhasil melakukannya dalam sekali coba begitu aku memegang remot itu.

Film itu tidak terikat logika, ceritanya magis. Kejadian luar biasa demi kejadian luar biasa dalam cerita yang terlihat seperti momen yang seharusnya mendefinisikan perubahan drastis hidup karakternya diperlakukan seperti problematika sehari-hari. Tidak bisa ditonton dan mengaitkannya dengan logika, kita harus menggunakan perasaan untuk dapat menerima apa yang dipertontonkan film itu.

Jamal akhirnya bangun ketika kami sudah menonton 2/3 filmnya, Ia pun ikut menonton dan bingung dengan kejadian yang semakin aneh dialami karakter-karakternya, dan betapa mereka tidak terdampak secara signifikan dengan kejadian-kejadian itu karena secara logis, kejadian seperti yang terjadi di film seharusnya mengubah cara pandang seseorang terhadap seluruh hidup mereka. Ini yang aku maksud dengan memakai perasaan ketika menonton filmnya, bukan logika.

Film selesai pukul 13:15 dan kami mulai beranjak dari duduk untuk merapikan ruangan yang berantakan kami pakai tidur malam sebelumnya, aku meminjamkan mereka sabun cuci muka dan memanaskan mobil serta motor. Aku sempat menimbang-nimbang untuk mandi atau tidak karena rekan-rekanku tidak akan bisa mandi dan akan ada pertemuan dengan adik-adik tingkat sore kelak. Mereka menyuruhku mandi, sehingga kemudian aku mandi dan mereka memakai motor yang kupanaskan itu untuk keliling komplek rumahku, cukup adil, semua puas.

Kami berangkat dari rumahku ke kampus, dan Amel mengancam bahwa Ia akan menyalahkanku jika sabun cuci muka milikku menyebabkan wajahnya jerawatan. Satu jam perjalanan ditempuh kemudian, dan kami mampir ke warung Padang murah dekat kampus untuk sarapan disana, waktu menunjukkan pukul 15. Usainya, kami mengantar Amel ke kosnya agar Ia dapat istirahat sejenak dan bersiap-siap. Setelahnya, aku dan Jamal menuju kampus dimana kami dapat melanjutkan tidur di gedung pusat kegiatan mahasiswa sambil menunggu para undangan tiba.

Ersa tiba lebih dulu di kampus, kemudian menanyai di grup obrolan posisi gedung yang kami tempati. Monik menyusul setelah selesai magangnya, namun lebih dulu menemukan gedung kami. Ia mendapati aku yang setengah terlelap bermain Fruit Ninja dan Jamal yang terlelap penuh dalam mimpinya. Waktu menunjukkan pukul 17.

Ren menyusul sebelum magrib tiba, diikuti Daus. Amel tiba sedikit sebelum isya, kemudian forum dibuka. Dalam rangka merayakan HUT, kita akan mengadakan acara syukuran dan mengadakan pentas persembahan. Dengan tuntasnya sesi mukadimah, pembagian peran dan tugas diterangkan, hingga akhirnya tiba saatnya menunjuk ketua pelaksana.

Tawa gelisah mengisi suasana, sebelum Ren akhirnya mengajukan diri. Disusul dengan Ersa yang mengajukan diri menjadi sie acara dan Monik yang menjadi humas. Anggota yang lain sementara diposisikan pada peran yang dirasa cocok, hasilnya dibagikan di grup obrolan. Sanggahan terkait penempatan mereka dapat diajukan di rapat berikutnya.

Rapat usai sedikit sebelum pukul 21, kami mulai berkemas dan aku menyadari gantungan kunci akrilik Monik berbentuk kaset pita. Kutanyakan, dan Ia bilang itu adalah merch dari band nya yang dibuat untuk tugas projeknya di jurusan Komsikra (Tautan lagu mereka tercantum dibawah). Sedangkan Ersa bercerita hari ini hari tersibuk yang Ia jalani dari kelas pagi hingga sore, kemudian langsung menyusul kemari untuk ikut rapat. Aku menyaingi nasibnya dengan waktuku menjamu Jamal dan Amel yang menginap dirumah sejak malam lalu. Ren berbincang dengan Daus banyak, tentang apa saja. Daus adalah sutradara dan Ia sadar harus akrab dengan ketua pelaksana acaranya, jadi itu yang berusaha Ia lakukan. Apalagi karena kepribadian mereka tidak cocok bersama, hingga mereka bertolak di kegiatan Happening Art Januari lalu.


Tidak ada tongkrongan malam itu, kami tumbang mengadukan lelah di ranjang masing-masing. Bukan aku, aku tumbang di atas bedcover yang dilipat Jamal dan diletakkan diatas sofa ruang tengah.

16:05 - 16 April 2025

Gedung F yang baru sungguh panas, sialan.

Aku terbangun masih penuh kantuk pukul 7:50, hari sudah terang, subuh terlewat. Namun istirahatku serasa cukup, kuterka karena komputer ku letakkan di lantai ketika hendak lelap sebelum tidur dini hari lalu. Sedikit ku bermain Fruit Ninja tuk mengumpulkan nyawa sebelum benar-benar beranjak dari ranjang, dan aku sudah lapar.

Kelas pertama ada Pemrograman Berbasis Objek pukul 10:20 dan Otomata Teori Bahasa usai dzuhur, tidak ada waktu lagi untuk berleha-leha. Mandi dan persiapan segala akan memakan waktu satu jam, dan aku harus segera berangkat begitu waktu menunjukkan pukul 9:00. Jadi aku segera beranjak dan mulai memanaskan kendaraan, semuanya, kemudian menuju dapur untuk membereskan cucian piring yang sudah kering ke rak-rak pada tempatnya, dan memiringkan mangkuk piring bersih yang masih menggenangkan air dari sisa bilasannya hari minggu lalu.

Sudah, itu sudah semua yang kulakukan pagi itu alih-alih mandi. Aku hanya mencuci muka dan dan sikat gigi, memakai kemeja semalam, kemudian berangkat. Sempat ku telpon bunda untuk menanyakan buah (sayur?) tomat yang tertinggal di sebelah wastafel dapur, apakah hendak di simpan di lemari pendingin atau bagaimana. Dibuang, kue kuning hijaunya juga, telurnya juga, sampahnya juga sekalian.

Kemudian aku berangkat, masih lapar. Diperjalanan, pesan terusan dari Amel di grup obrolan pengurus masuk, dari Ame yang izin dini bahwa Ia akan sedikit kesulitan ikut kegiatan teater pekan itu (dan mungkin kedepannya) karena masih bersama orang tuanya di kampung halaman dan mereka mengkhawatirkan kesehatannya. Cukup valid, Ame jangan diberi tugas yang terlalu berat, dicatat.

Aku tiba tepat waktu di lab. komputer, dosen sudah tiba, namun tidak ada masalah. Namun hari itu pak Rohman agak aneh, Ia tidak mengenakan masker dan raut wajahnya nampak lebih tua puluhan tahun. Suaranya janggal dan penerangan humorisnya tidak kunjung muncul. Ia menerangkan pada semua untuk mulai menulis program yang mengandung inheritance atau overwrite, sebelum akhirnya menghampiriku dan bertanya apakah aku salah kelas.

"...................................."

Tentu saja, PBO di labkom adalah jadwal untuk hari jumat. PBO hari ini adalah teori di ruang H49 yang terletak di gedung depan, jarak tempuh 5 menit berjalan kaki dari gedung belakang. Hari itu cerah dan terik sekali, waktu menunjukkan pukul 10:45.

Ini dia, ini lah lika-liku kehidupan seorang protagonis yang selalu kau dambakan itu, bukan begitu diriku-lalu?

* * *

Kelas sudah dimulai 20 menit yang lalu dan aku sudah tiba di kampus 20 menit yang lalu, sial.

Di kelas sedang diadakan latihan soal UTS, berikut ringkasan materinya berupa definisi beberapa istilah yang akan diujikan.

Object, wadah kelas yang berisikan atribut.
Constructor, method dengan nama yang sama dengan class.
Inheritance, pewarisan/penurunan dari class parent.
Overload, method dengan nama yang sama, namun berbeda jumlah parameter.
Overwrite, ...aku masih melengkapi catatanku, oke? Pak rohman mendikte, bukan mencatat.

Ada juga pembahasan tentang class diagram dan sejumlah tinta ditumpahkan di papan tulis untuk menerangkan hal tersebut. Namun penjelasannya sangat visual, dan, sedikit sulit untuk di ringkas menjadi tulisan. Jadi aku (akan) mengunggah potret papan tulis yang kuperoleh seusai kelas (nanti) disini, pak Rohman juga menyarankan untuk menonton video penjelasan materinya yang Ia unggah di Youtube, tertaut dibawah ini.

Pemrograman Berorientasi Objek by Syaifur Rohman

Aku benar-benar harus mengejar ketertinggalanku...

* * *

Kelas usai, aku turun ke masjid sambil mengecek Discord dimana pesan dari ren299999 baru saja  kuterima. Lalu David menghampiriku hendak mengenakan sepatu, lalu Bayo pula menghampiri dari dalam masjid. Suatu saat pula Tanaya melihatku dari parkiran seusai turun dari motor, aku menggestur sapa sambil mengusir gurau. Kemudian ada Bima yang datang menghampiriku bersama David, menjanjikan es teh, yang kemudian kita berdua tuntut.

David dan Bima beranjak ke kelas, sambil berpesan pada Helmi lewat ku untuk segera keatas, lalu aku duhuran. 

* * *

Helmi pun akhirnya kutemui seusai solat. Ia, David, dan Bima ada jadwal matkul pak Heru usai dzuhur yang diundur hingga pukul 13. Karena tidak lama sebelum itu ada pemberitahuan di grup obrolan kelas Otomata bahwa kelasku juga mundur hingga 13:15, kuputuskan untuk naik bersama Helmi dan mampir sejenak ke kelas merka di H46, dan kutemukan Bima yang ternyata sungguhan membawa segelas plastik es teh disana. Aku minta beberapa sedot sebelum beranjak dari sana karena pak Heru sudah tiba di kelas.

H511 sudah ramai, namun masih kosong karena waktu masih menunjukkan pukul 13:10. Lalu pak Erwin tiba, dan mulai menerangkan jenis-jenis soal yang diajukan dalam rapat persiapan UTS tim pengajar otomata. NFA, DFA, FSA, aku... tidak yakin, aku butuh mengejar ketertinggalan materi. Ada  5 dari 7 jenis soal yang mungkin keluar di ujian nanti, 4 diantaranya membutuhkan pemahaman logika tingkat menengah untuk bisa diselesaikan mencapai jawaban yang dimintanya.

Seusai kelas, mas Ubaid menghubungi lewat panggilan dan mas Botol lewat teks, yang mengabari soal niat mas Ubaid. Ia hendaknya meminjam Gong dari gudang inventaris teater, hanya satu masalah, gudangnya sangat sesak dan berantakan karena kami masih sedang pindahan setelah gedung direnovasi dan tidak ada tempat penyimpanan alternatif sehingga barang kami menggelandang didepan teras gudang hanya berbungkus kain hitam.

* * *

Aku pun memutuskan untuk makan di Aryani hampir selama 40 menit, terlalu lama karena aku kekenyangan sebelum piringku habis.

Kemudian tiba waktu ashar dan aku pun solat di masjid D, selagi melepas sepatu, pak Mutakin satpam gedung A lewat dan menanyakan mana rekan-rekan (teater) yang lain. Kujawab masih di kelas semuanya sambil terkekeh kecil, sebelum ikut ambil air wudhu.

Usainya, ku beranjak ke gedung F yang baru di renovasi untuk menguji pakai jadi tempat titik kumpul baru. Gedung F yang baru sungguh panas, sialan. Siapa yang menyetujui pembangunan gedung berkumpul dengan dinding kaca sebesar itu, di kota sepanas negara tropis ini? Ada banyak gaya arsitektur yang bisa dicoba untuk mencapai penampilan futuristik selain bentuk ini, aku tidak akan pernah memaafkan mereka yang mengubah gedung dingin ini menjadi ventilasi tempat udara dari neraka bertiup ke permukaan bumi ini.

Percepat ke pukul 17:30 ketika Abung dan Ren, adik tingkatku di teater (dan kampus), datang menghampiriku yang sudah satu jam sendirian di gedung itu mengerjakan tugas dan kemudian mulai mengetik entri ini. Pula, mereka ikut mengomentari panasnya gedung ini. Betapa gerahnya, mana kipasnya, kenapa tidak boleh merokok padahal ventilasinya begitu lebar.

Abung dan Ren tidak lama, kami sempatkan mengobrol, bersenda gurau soal kelulusan Gawr Gura, dan berbagai obrolan tidak penting lainnya. Lalu mereka pamit, dan Abung izin bahwa Ia tidak akan dapat hadir di pertemuan esok karena akan pulang ke Jepara mengantar kawannya.

Kembali lah aku sebatang kara di ventilasi neraka, Daus mengabarkan Ia akan segera meluncur ke lokasi. Sedangkan Pandu mengabarkan lewat teks bahwa Ia hendak mengundurakan diri, lengkap sudah racikan membumbu suasana hati yang buruk. Suhu panas, sendiri, dan menunggu perkumpulan orang-orang, sendirian. Dan tanggungan pinjaman gong yang harus dikeluarkan dari gudang penuh sesak.

* * *

Mas Ubaid tiba pukul 18:58, menemukan aku dan Daus di lantai 2 sedang asik membahas Kamen Raider, Ansatsu Kyoshitsu, dan Oregairu. Kami berbincang sedikit sambil menanyakan Gong yang hendak dipinjam. Tak lama kemudian mas Chaps juga hadir di perkumpulan kecil kita dan bergabung dalam perbincangan.

Ada banyak kesempatan menunggu orang yang menjemput bola, satu-satunya batasan yang ada hanya lah niat, kemauan dan tekad mu.

Mas Nano dari ISI memiliki hutang memberi pelatihan pada anak-anak teater kita setelah menerima jasa pemutaran film di kandang kita tahun lalu, anggota kita butuh pelatihan teater dan jika membutuhkan pengajar bisa mengajukan pendanaan dari kampus untuk membayar orang dari luar, uang dari kampus untuk membayar pelatih dari luar bisa disimpan untuk mengadakan kegiatan lain karena kita sudah memiliki kesepakatan menerima pelatihan dari luar secara gratis.

Uang kuliah memiliki alokasi yang seharusnya bisa diklaim mahasiswa, uang itu akan diklaim oknum tertentu jika tidak diklaim, sehingga kewajiban kita sebagai aktivis kampus yakni mengetahui lingkup hak-hak kita dan memperolehnya untuk mengangkat kesejahteraan kita. Kita tidak akan pernah loncat dari penggorengan jika kompor dibawahnya tidak pernah menyala, kita tidak akan pernah bisa bergerak penuh gebu jika belum sadar hak-hak yang sudah dirampas tanpa sepengetahuan kita.

Mengangkat kesejahteraan rakyat memupuk loyalitas, dan kesejahteraan diangkat dengan uang. Uang adalah nadi kehidupan segala umat, sehingga pendanaan dari kampus sangat esensial bagi keberlangsungan aktivitas kampus, dan kesejahteraan aktifis kampus. Ajukan pendanaan sponsor, tidak perlu jauh-jauh, mulai dari instansi-instansi yang tumbuh dari/dan sekitar ekosistem kampus. Ajukan pendanaan pengadaan lomba, kampus suka promosi dirinya, adakan lomba tingkat nasional, gunakan lingkup jangkauan yang luas untuk menggaet peserta dari berbagai daerah pelosok nusantara.

Yang paling penting adalah, komando ada di tangan para rekan pengurus. Jika kegiatan sudah berjalan, senior alumni baru bisa mulai membantu dengan mengikuti arah arus yang hendak dituju rekan-rekan. Ruang lingkup, jangkauan, dan kapasitas yang dimiliki para alumni senior untuk membantu rekan-rekan sesungguhnya jauh lebih luas dari yang bisa terbayang. Satu-satunya prasyarat untuk mengakses bantuan itu adalah dengan memulai, menginisiasi gerakan dari dalam organisasi terlebih dahulu.

Begitu kiranya, wejangan dari mas Chaps, senior alumni yang sekarang bekerja di pemkot. Bertepatan dengan pukul 22:10, satpam pun mengusir kami dari gedung F yang hendak dikunci. Mas Chaps pamit undur diri, sambil menuntut masih menunggu kabar baik dari rekan-rekan pengurus.

Lalu kami ke gudang mengambil Gong yang hendak dipinjam mas Ubaid. Tidak sesulit itu.

Usainya, kami berangkat menjemput Amel dan menuju burjo ngegas di gombel. Sepanjang perjalanan, aku yapping meme tiktok brainrot setelah hampir 3 jam dicekoki motivasi memperbaiki kepengurusanku. Mataku sungguh pedih hendak memejam, namun tidak mengantuk, kurasa itu sebabnya mulutku lebih licin dari biasanya.

Di burjo ngegas, masih penuh yapping karena letih dan stres, kami memesan makanan dan minuman hampir 20 menit karena sistem menunya menggunakan QR dan daring.

Kemudian Jamal membuka buku "Kenyataan itu K*nt*l", kemudian Daus membaca buku "Jejak Langkah", dan Amel menulis di buku tulis Jamal untuk ancang-ancang notulensi rapat tipis-tipis yang hendak berlangsung di restoran ramai itu. Tak lama Jamal memerintah Daus untuk mencabut steker kipas umum disebelahnya untuk mengisi daya ponselnya yang sudah kritis. Pesanan kudapan kami datang selagi kita mengkaji saran dari mas Chaps yang dipaparkan sore tadi.

Acara terdekat yang wajib kami laksanakan adalah perayaan HUT teater kampus kami, 3 Mei. Pendanaan awalnya hendak dicanangkan dari cuci gudang inventaris barang-barang yang sudah tak terpakai, namun masukan ide dari mas Chaps sungguh tak ternilai untuk mengajukan pendanaan kegiatan dari kampus seperti workshop atau pengadaan lomba.

Kemudian untuk acara perayaannya, kehendak 2 dari 3 rekan pengurusku yang masih aktif adalah mengadakan pentas kecil-kecilan. Naskahnya kemungkinan besar akan dipastikan untuk memakai "Pinangan" karya Anton Chekov, pemerannya 3 orang, satu babak, satu set tempat, ceritanya tidak begitu panjang pula.

Untuk pengembanan peran sutradara dan pimpinan produksi, Daus dan Jamal tidak pernah mampu mencapai kesepakatan bulat sejak kami pertama kali membahas perkara ini di bulan Januari. Jamal kiranya cocok menjadi sutradara karena Ia aktor monolog yang juara tahun lalu, sedangkan Daus kiranya cocok menjadi pimpinan produksi karena kehidupan akademiknya tidak sepenuhnya runtuh setelah melewati proses persiapan pentas selama 7 bulan yang terjadi di tahun kepengurusan sebelumnya, dan Ia adalah mahasiswa jurusan Manajemen dengan kemampuan komunikasi yang baik.

Namun Jamal tidak percaya dapat menjadi sutradara yang baik karena Ia tidak bisa membayangkan secara jauh isi naskahnya, yang mana sangat berpengaruh dalam kemampuannya mengarahkan proses pembentukan karya kolaboratif ini. Sedangkan Daus tidak mau menjadi sutradara karena masih belum bisa akrab dengan adik tingkatnya pasca proses Happening Art yang terlaksana Januari lalu, dimana benturan antar ide terus terjadi selama proses.

Menurut Daus, Jamal tidak cocok menjabat pimpinan produksi karena jam latihan tidak pernah dipatuhi tepat waktu selama proses pentas dan lomba yang sudah lalu. Sedangkan menurut Jamal, Daus cocok menjadi sutradara karena kapasitas berpikirnya yang kritis dan konsumsi literasi serta medianya yang kaya. Akhirnya diputuskan, dengan berat hati, bahwa sutradara dan pimpinan produksi tertunjuk Daus dan Jamal. 

Ini dia, ini lah bumbu konflik yang memperkaya kisah seorang protagonis yang selalu kau dambakan itu, bukan begitu diriku-lampau?

* * *

Setelah memastikan naskah yang akan dipakai tetaplah Pinangan oleh Anton Chekov, dan pesanan usai dimakan, kami beranjak hengkang kembali ke kampus dimana motor rekan-rekan terparkir. Dan Daus turun untuk kembali ke kosnya, Amel dan Jamal memilih untuk menginap dirumahku dan menonton Netflix di TVbox ku hingga semalam suntuk. Kecuali jika langganan di rumah ternyata sudah kedaluarsa dan belum diperbarui, karena itu yang terjadi.

Hal ini baru disadari setelah mereka menghabiskan hampir 20 menit menyusuri katalog film yang ada, film horor. Karena akunnya bukan milikku, aku sempat terpikir untuk mengganti TVbox ruang tengah dengan kamar orangtuaku. Karena jarang digunakan, barangkali Netflix disitu belum ada akun yang masuk. Jadi aku menukarnya, dan hasilnya masih sama saja. 

Selagi aku mengganti metode pembayaran dari akun Dana ayahku ke Gopay milikku (karena waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, aku tidak mungkin menelpon ayah untuk memperbarui langganannya), mereka makan es agar-agar yang bunda buatkan di hari minggu lalu sebelum pulang. Amel juga suka kuki coklat buatan bunda yang jumlahnya tinggal sedikit itu, sisanya ludes ia makan seluruh toplesnya. Sedangkan Jamal meminta selimut, bedcover jika ada, jadi ku pinjamkan bedcover yang ada di kamarku. Katanya belum pernah pakai dan ingin membalut diri menjadi kepompong, jadi itulah yang dia lakukan malam itu di atas karpet. Sedangkan Amel hanya meminta bantal tambahan, kupinjamkan sarung dan bantal yang Ia bawa terlelap diatas sofa kelak.

Langganan terbaharui, mereka memilih film horor "Megan", tentang android yang lepas kendali meneror sebuah keluarga, sepertinya. Aku tidak tahu, aku tidak ikut menonton. Begitu film mulai, aku mulai melanjutkan menulis entri blog ini di sebelah Jamal, dan Amel adalah yang pertama terlelap dini hari itu. Aku menyusul, tanpa menyelesaikan entriku, dan Jamal terakhir. Tak ada dari kami yang menyelesaikan film itu. Jamal bilang tersisa 50 menit sebelum film itu usai ketika Ia tumbang, tentu, tentu saja Mal.

Monday, April 21, 2025

Seperti phoenix, lahir kembali...

Namun, tak mungkin lagi untuk hidup seperti inkarnasi sebelumnya.

Ilmu dari kehidupan sebelumnya, dipakai seperlunya, untuk menyongsong masa yang lebih baik. Yang kurang baik, ditinggalkan. Yang menyeramkan, namun membuahkan hasil luar biasa... harus kuapakan?

Setiap kuingat masa laluku, aku teringat adik-adik tingkatku. Apakah aku akan tega mendorong mereka kearah yang sama dengan yang sudah-sudah? Yang terjadi selama puluhan reinkarnasi? Yang kualami dalam inkarnasiku? Yang dialami leluhur-leluhurku, semua inkarnasi sebelum aku, apakah aku akan mewariskan itu pada inkarnasi berikutnya? Pada adik-adikku yang ku kasihi?

Apakah sesuatu harus dibanting agar ia dapat tahan banting? Atau haruskah aku yang menyayangi mereka jadi orang yang pertama membanting mereka? Agar aku dapat mengasihi mereka di tengah kebingungan dan keterkejutan mereka? Bahwa ini adalah bentuk kasih sayangku, bekalku untuk mereka menghadapi realita, sebelum realita membanting mereka dengan penuh tenaga dan sungguh-sungguh.

Apa maksud semua teks ini? Apakah ini masih waras? Apakah aku masih waras menulis semua ini?

Aku sayang mereka, namun aku tak dapat melindungi mereka selamanya. Aku ingin mereka kuat, jadi bagaimana cara meneguhkan mereka? Menegarkan mereka?

Apakah sungguh harus ku banting mereka? Aku tidak tahu, aku tidak tahu.

Wednesday, April 16, 2025

25:13 - 15 April 2025

*Waktunya 25:13 karena sekarang pukul 1 dini hari tanggal 16, tapi entri ini merupakan kejadian dari tanggal 15, sekarang bertekuk lututlah kalian pada kejeniusanku.

Aku baru saja selesai sembahyang setelah pulang dari nongkrong diluar bersama rekan pengurus teater.

Hari ini ada jadwal kelas seusai dzuhur dan seusai magrib, Jaringan Komputer dan Matriks Vektor (bersama David). Salah satunya aku hanya absen secara online karena bolos, dan satunya lagi aku terlambat hampir satu jam sejak mata kuliah dimulai, bu Erna sungguh dosen chill terbaik kesayangan para mahasiswa. Sehat-sehat terus ibu Erna.

Sejak bangun pukul 8:30 pagi, aku sudah berancang-ancang secara mental bahwa akan ada kelas seusai dzuhur, yang berarti aku harus berangkat jam 11 (karena waktu tempuh ke kampus mencapai 1 jam, kurang lebih), yang berarti aku harus segera mandi paling terlambat jam 10.

Tebak siapa yang belum mandi sejak hari senin sehingga nyawanya tidak terkumpul dengan benar dan tak mendidih rasa urgensi dalam dirinya untuk menunaikan kewajibannya sebagai manusia.

Aku pun tidak ingat bagaimana aku menghabiskan waktuku dari bangun tidur hingga dzuhur terlewat selagi aku masih meringkuk diatas ranjang bersama selimut dan komputerku. Hampir semua aplikasi sosial media di ponsel tidak bisa aku akses dari jam 8 hingga pukul 12, jadi aku sungguh tidak paham kemana waktuku terbuang, tapi aku rasa aku menggunakan komputerku untuk mengakses Twitter.

Dan yang jelas ada Fruit Ninja Classic, pasti. Dalam situasi optimal, bermain Fruit Ninja seharusnya mengumpulkan seluruh nyawaku untuk sadar sepenuhnya dari kondisi setengah tidur sehingga aku bisa mengangkat diriku dari ranjang dan mengerjakan kewajiban yang perlu kutunaikan. Namun hal itu tidak terjadi, tentu saja.

Ancang-ancangku tidak lain tidak bukan adalah untuk datang ke kampus lebih awal agar aku bisa sarapan, aku lapar sejak bangun, dan kupikir aku akan segera mandi agar aku bisa segera makan, namun hal itu tidak terjadi. Akhirnya aku memesan bento katsu lewat GoFood lagi seperti kemarin ketika pukul 13:30. Aku sempatkan minum es agar-agar yang dibuatkan bunda hari minggu lalu dan disimpan di lemari pendingin sambil menunggu pesananku datang dan menahan lapar dengan kastangel.

Lalu aku makan sambil menonton lanjutan dari Fate:UBW Abridged yang kutonton kemarin.

Setelah selesai, aku kembali ke kamar dan membalut diri kembali dalam selimut didepan komputer. Pada suatu titik, kurasa aku menyadari bahwa aku harus mulai bergerak. Jadi aku memindahkan buku-buku yang berserakan di meja belajar ke rak-rak seperlunya, paling tidak dengan begitu aku sudah menunaikan salah satu poin dalam aplikasi pengingatku.

Lalu aku mulai menulis entri sebelum entri ini. Aku selesaikan dan menekan unggah sekitar pukul 17:30, dan membuang sedikit lagi waktu sebelum akhirnya aku beranjak mandi. Aku berangkat dari rumah pukul 18:30, tepat ketika jam mata kuliahku seharusnya dimulai. David aku tanya lewat teks apakah dosen sudah di kelas, Ia bilang masih kosong pukul 18:40.

Aku tiba di kelas pukul 19:30, aku diperbolehkan masuk. Terberkatilah ibu Erna, sehat terus ibu. Aku hanya sempat mencatat materi "Mencari Determinan Ordo 4x4 (Metode LAPLACE)", materi yang akan masuk ujian pekan depan. Aku meminta contekan catatan dari papan tulis yang sudah dihapus dari David, "Determinan Ordo 3x3 metode SORROS" kupotret menggunakan ponsel dari buku catatannya. Aku harus mencatat itu di bukuku.

Dalam perjalanan menuruni tangga eskalator, David mengekspresikan niatnya untuk mampir ke Burjo Ngegas dimana ada Helmi dan Nando, paling tidak yang aku dengar pasti sedang disana. Aku hendak ikut mereka, sayangnya waktu menunjukkan pukul 7:45 dan aku sudah ada janji temu dengan pengurus teater pukul 8:15 ketika masih di kelas tadi. David memahami, kemudian mengantarku ke mobil. Sempat kutanyakan tentang format perizinan ruangan/barang yang baru seusai perombakan besar-besaran yang diumumkan pada sarasehan buka puasa bersama Biro Kemahasiswaan bulan lalu. Aku bertanya karena aku terlambat datang ke sarasehan kala itu, dan melewatkan pemaparan informasi tersebut sehingga aku bertanya padanya tentang hal itu. Ia belum tahu info tersebut, namun akan menanyakannya pada rekan pengurus BAI nya. Aku berterima kasih, dan mengucap hati-hati pada nya yang melaju pergi.

Aku menyalakan mobil, dan pindah ke parkiran belakang untuk menunggu rekan-rekan teater berkumpul. Kuputuskan untuk menyempatkan diri ke gedung F baru mencari meja dan bangku bantal santai, sambil menulis di buku harian ku yang lama tidak ku perbaharui isinya. Ada yang merokok disana, banyak mahasiswa mengerjakan tugas kelompok, dan ada Karmin pula dari Menwa sedang rapat dengan anggotanya.

Kemudian aku beranjak kembali ke mobil karena di grup obrolan ada Daus yang berkabar bahwa ia sudah dalam perjalanan. Ketika menyebrang jalan ke parkiran, aroma telur kecap bertiup dari warung mas Miran. Aku jadi lapar, tapi kami akan berangkat setelah ini ke suatu tempat dimana aku semoga bisa memesan makanan, tentu saja, jadi aku tahan lapar itu.

Mereka tidak datang hingga 20 menit kemudian, sial.

Daus dan Jamal tiba, masuk ke mobil, lalu sedikit kami bahas proker bulan depan, sebelum menelpon Amel untuk memastikan apakah ia sudah di perjalanan atau hendak kami jemput. Ia mengangkat, izin untuk libur dulu. Namun kami panas-panasi agar ikut, Ia pun menyanggupi jika dijemput, kami menyanggupi.

Tapi tidak sebelum menjemput makaroni pesanan Arya yang salah alamat. Ia sedang magang di Banjarnegara hingga akhir semester ini, dan lupa memastikan alamat tujuan ketika memesan makaroni via toko online. Ia sempat mengumpat di sosial media Instagramnya kemarin, dan aku sempat komentar lewat obrolan pribadinya. Jadi makaroni miliknya sekarang ada di Semarang dan bukan di Banjarnegara tempat dia sedang tinggal. Dan dia berpesan untuk membawa saja jajannya itu agar bisa dimakan bersama rekan-rekan dan kawan teater.

Kemudian kami meluncur ke kos Amel, dan mendapati gadis itu sudah duduk di trotoar. Hati kami tenggelam ke perut menyaksikan dirinya tersorot lampu mobilku ketika kami mendekat, berapa lama dia menunggu, apakah suasana hatinya sungguh seburuk itu? 

Kemudian ia masuk mobil dan kami tanyakan keadaannya, Ia bilang masih lelah dari sif magangnya. Padahal dia magang setiap hari dan pekan-pekan lalu tidak jarang masih sanggup ikut keluar malam-malam dengan kita-kita hingga pukul 1 dini hari, pun kemudian kami ceng-cengin atas klaim letih yang terkesan palsu tersebut. Ia bertanya hendak pergi kemana kita, agenda yang di inisiasi Jamal, dan tidak ada jawaban konkrit. Ia ingin mampir ke Pleburan beli kue leker, oke gas. Lalu Jamal mencairkan suasana sepanjang perjalanan dengan menceritakan pengalamannya pergi ke konser di PRPP akhir pekan lalu bersama Amel.

* * *

Jamal membawa teman sendiri, Amel juga membawa teman sendiri. Khususnya, Jamal membawa teman dari masa sekolahnya ketika di Jepara, dan Amel membawa teman yang sepengakuannya ke Jamal, awalnya, adalah rekan dari tempat magangnya.

Jadi bayangkan betapa terkejutnya Jamal ketika menyadari bahwa titel 'rekan magang' itu adalah lanturan asal-asalan belaka dari Amel, dan lelaki yang Ia bawa dari kandangnya di Kudus itu adalah Nofa, seseorang yang pernah menaruh rasa ke Amel dari setahun yang lalu. Apalagi setelah menyadari bahwa sepanjang mereka duduk bersama menunggu konser dimulai, Amel terus melakukan kontak fisik pada Jamal seolah mereka begitu dekat (jangan salah, mereka memang dekat, kami rekan-rekan teater sungguh dekat, namun tidak dalam konteks asmara, melainkan lebih ke konteks persaudaraan). 

Amel mengatakan pada Jamal diawal bahwa Nofa tidak mudah bergaul dengan orang baru, jadi ekspresi cemberut yang Ia pasang sepanjang waktu mereka bersama ketika menyaksikan Jamal dan Amel seolah bersenggama seperti sejoli didepannya itu tidak dihiraukan Jamal, meskipun instingnya terus berkata lain jauh di lubuk hatinya.

Jamal baru menyadari keresahan yang terus ia rasakan sepanjang waktu itu sungguh nyata adanya setelah menyadari bahwa Nofa sesungguhnya benar-benar orang yang pernah Ia temui di kampus, dan mereka tidak memiliki rekam jejak yang baik bahkan sejak awal bertemu. Karena anggota-anggota teater terbiasa bersenggama sambil berkontak fisik, bahkan tanpa memiliki rasa romantik terhadap satu sama lain. Dan Nofa sudah pernah menyaksikan Jamal bersenggama dengan Amel ketika berkumpul bersama anak-anak teater lain di sebuah burjo dekat kampus kala dahulu.

Amel terus mengelak bahwa Nofa tidak melihat dirinya sebagai calon pasangan, karena Ia sudah pernah memastikannya lewat obrolan teks. Namun bukti-buktinya menyiratkan yang sebaliknya. Karena Nofa menjemput Amel dari Semarang ke Kudus, lalu tiketnya tertinggal di Kudus, dan Ia rela membeli tiket baru di hari acara agar bisa menemaninya menonton konser, sehingga kurang usaha apa lelaki itu yang berusaha mati-matian untuk mendapat perhatian wanita yang diincarnya. Wanita yang menyadari kualitas dari sifat-sifat priyayi-nya, tampan, tulus, pekerja keras, namun tidak mampu jatuh hati padanya, namun Ia juga tidak rela jika lelaki itu berpaling darinya untuk mengejar wanita lain yang lebih berhak mendapat perhatiannya.

Amel habis-habisan kami ceng-cengi sepanjang perjalanan ke Tembalang menuju CanyonCoffee, betapa malangnya pikir kami karena lelaki itu sudah menaruh hati pada wanita seperti dia.

* * *

Setelah kami selesai memesan jajanan dan minuman kami, (kecuali aku, aku memesan rice bowl katsu blackpepper karena sialan-sialan ini tidak mengajakku makan sebelum kami berangkat) kami pun memilih duduk di ruang bebas asap rokok dan memilih meja dengan kursi sofa empuk. Amel suka sofa empuk dan kalau bisa memilih, tidak ingin berada di sekitar asap rokok, sehingga ketika Jamal kembali dari toilet setelah meninggalkan kami di kasir yang masih membaca menu makanan, ia tidak terima dan meminta untuk pindah ke meja di luar. Kami tidak berkutik, dengan dalih bangku diluar masih basah sehabis terguyur hujan. Jamal membantah, lalu kutantang ia untuk keluar mencari bangku yang kering.

Ia pun kembali dengan penuh percaya diri, kami pun mengangkat minuman kami masing-masing, kecuali kopi Jamal karena tangan kami sudah penuh semua. Ia terpaksa bolak-balik untuk menjemput minumannya, waktu menunjukkan pukul 22.

Kami pun membahas strategi melaksanakan proker bulan depan, menyenggol naskah Pinangan karya Anton Chekov yang hendak diangkat, pendekatan membiasakan anggota baru dengan kegiatan dramatic reading naskah, gibah ketua sebelumnya, mengkaji saran dari senior alumni ben dan gilang, tren sifat dari anggota antara generasi tahun ganjil dan genap, catering tumpeng yang enak, pendanaan proker lewat kemungkinan cuci gudang inventaris teater, adalah beberapa pembahasan kami, lebih lengkapnya sudah di notulensi oleh Amel.

Setelah usai berdiskusi dan unboxing makaroni Arya, waktu menunjukkan pukul 23:30 sehingga kami beranjak pulang. Sepanjang perjalanan, kami melontarkan meme brainrot, terutama Bombardino Crocodilo. Kami antar Amel ke kosnya, ada 2 lelaki yang sedang berdiri-diri di depan gangnya, kami tunggu hingga Amel benar-benar hilang dari pandangan kami ke kosnya, baru beranjak pergi. Sesampainya di parkiran kampus, Jamal meminjam 50 ribu ke aku karena uang sangunya sudah habis. Karena itu pula ia mengajak jajan keluar, sebagai alibi agar bisa meminjam uangku, tentu saja dia juga meminjam uangku untuk memesan kopinya tadi.

Kami juga sempat mengkomentari mobil Civic silver di parkiran kampus yang memiliki tenda dan dinding plastik di tendanya, sudah seperti garasi pribadi saja. Dan ada kabel yang ditarik dari meteran listrik saklar lampu parkiran ke atas genteng rumah tepat dibelakang ladang parkiran, kami menggeleng bersama, apakah itu sungguh legal???

Sepanjang perjalanan pulang, aku merasa puas dengan interaksi hari ini. Kurasa aku harus membereskan pekerjaan rumah dan menata ulang perabotan kamarku, kurasa aku bisa melakukannya... Sialan, ini sudah pukul 3:31.

Tuesday, April 15, 2025

Teruntuk diriku di umur berapa pun, kita berhasil

Mungkin, di suatu hari yang sudah lalu dan tidak aku ingat, alam bawah sadarku menyadari bahwa aku sudah hidup di masa depan yang dahulu aku dambakan semasa SMA.

Aku, sudah sampai di masa depan yang selama ini kukejar.

Ini lah hidup penuh petualangan itu, ini lah hidup penuh cerita itu, ini lah kehidupan yang tidak bisa dibayangkan lumut asrama itu. Aku sedang menjalaninya, aku sudah sampai di titik itu.

Chainsaw Man, Ch.150

Dan aku, sudah tidak memiliki bara api lagi untuk maju lebih jauh.

Karena aku tidak memiliki tujuan yang konkrit setelah tujuan awalku tercapai. Aku butuh mimpi baru, aku butuh arah baru, aku butuh tujuan baru. Aku butuh petualangan baru untuk dikejar menembus cakrawala, lagi.

Dan... kurasa aku perlu lebih menyayangi diriku yang akan melanjutkan tonggakku di masa mendatang, seperti diriku di masa SMA yang kala itu bertanya pada "aku-sekarang" dengan sorot matanya yang penuh binar akan optimisme dan kekaguman akan kesempatan yang menghampar luas. Akan kucoba, dik.

Monday, April 14, 2025

Sehari setelah lebaran usai dan orang-orang kembali ke rutinitas masing-masing di rumah mereka

Aku sedang merasakan kekosongan, kehampaan arti, hilangnya makna hidup. Aku makan dari rumah lewat GoFood, aku tidak menghadiri kelas sama sekali, aku tidak mengerjakan tugas rumah apapun, berantakan yang aku perbuat dirumah yang baru saja ditinggalkan keluargaku sepulang lebaran satu hari yang lalu aku biarkan, dan jika aku tidak berhati-hati sepertinya akan menumpuk seperti kejadian yang sudah-sudah.

Sosial media ku tidak berisik, aku sedang tidak berbicara dengan siapapun, sejak pagi aku bangun. Alam bawah sadarku mungkin haus akan interaksi, mungkin itu yang menyebabkan sensasi kekosongan ini, namun kesadaran logisku tidak merasa terburu-buru untuk mencari pelepas dahaga ini.

Kamarku masih berantakan, sama berantakannya selama beberapa bulan terakhir. Ruang tengah masih berantakan, sama seperti setahun terakhir. Bungkus mobil masih terjemur kering di samping ruang tengah, belum membungkus mobil di garasi. Semut masih merayap di kasur dan dinding kamarku, seperti 2 minggu terakhir.

Berbagai pendapat saling bertabrakan di dalam kepalaku. Untuk apa memiliki harta benda sebanyak ini jika aku tidak bisa merawatnya? Namun harta benda ini juga lah tanggung jawab pemiliknya untuk dirawat. Jika tidak bisa bertanggung jawab, kita harus menyatakannya agar amanah itu bisa diemban orang lain. Namun jika kita diamanahkan untuk bertanggung jawab, kita harus memenuhi panggilan itu dengan benar-benar menjalankannya. Namun kedua pernyataan itu saling bertentangan, yang mana sesungguhnya hal yang benar? Hal yang tepat untuk dilakukan, yang mana?


* * *

Aku beranjak dari kasur, tempat selimut, bantal, guling, dan komputerku berada, untuk bermain PS di ruang tengah. Di sofa ada selimut kotor yang sudah berdebu karena terlalu lama mangkir disana, sehingga aku harus duduk di lantai, menggunakan sajadah yang sudah jarang aku gunakan sebagai alas. Begitu usai konsol itu menghiburku, aku beranjak ke meja makan yang dipenuhi semut karena aku meninggalkan gelas hampir kosong yang tersisa sedikit manisan sirup di dasarnya, aku ketuk gelas itu selama hampir satu menit mengusir semut-semutnya sebelum aku pindahkan ke wastafel cucian untuk ku rendam air, kemudian menyemprot pembasmi serangga ke barisan-barisan semut itu diatas meja makan.

Selesai, itu sudah semua yang aku lakukan sejak pagi hingga sore. Hanya itu yang terjadi. Aku bisa menjelaskan bagaimana sepanjang pagi sebelum beranjak dari kasur aku bermain Fruit Ninja Classic dimana aku baru saja memperoleh jenis pedang baru bernama "King Dragon" yang menggantikan manggis dengan buah naga instan +50 poin, atau bagaimana aku di meja makan menonton 2 episode "Fate:UBW Abridged" yang sangat menghibur karena dialog-dialognya yang cerdas dan sarat akan sejarah karakter dan ceritanya secara luas lewat tersirat ketimbang serial aslinya.

Namun hal-hal itu tidak penting dalam lingkup kehidupanku yang lebih luas dari sekedar kepuasan sesaat. Kekosongan hatiku ada karena suatu ketidakpuasan dalam hidupku, rumahku yang berantakan selama ini masih belum dibereskan karena ada sesuatu dalam diriku yang belum bisa aku selesaikan, kesempurnaan ibadahku masih belum kukejar karena ada sesuatu yang salah dalam diriku.

Bagaimana bisa, aku menuntaskan segunung masalah yang menggerogoti hidupku? Aku ingin merasa sedih, namun sedih karena apa? Aku ingin rajin, mulai darimana?

Biasanya aku akan menulis renungan-renungan ini di buku harian, agar tak ada seorangpun yang bisa membacanya. Namun, kepedulianku terhadap segala hal sedang redup. Fondasi tatanan hidupku sedang meranggas, buku harianku masih dalam ranselku yang tidak aku tertarik untuk buka, meja belajarku berantakan dan masih belum ingin ku dekati untuk mulai bereskan, komputerku untuk bisa kugunakan harus tidur bersamaku diatas kasur bahkan saat tidur pun terasa sesak karena ruang gerak selama tidurku yang semakin sempit karena harus berbagi.

Tirai kamarku tertutup sepanjang hari karena aku lebih suka bermandikan gelap, aku tidak suka mandi bahkan meskipun ada pemanas air. Aku sungguh tak tahu diri, tak bisa bersyukur, selalu merasa kurang, aku tahu orang-orang yang dapat menghargai kemewahan ini lebih dariku, aku tahu. Namun hal itu tidak berdampak pada perasaanku terhadap hal-hal yang sudah aku punya, hubungan sebab-akibatnya terlalu jauh. Bahkan jika aku menemukan alasan yang logis untuk mulai menghargai apa yang kupunya saat ini, apakah aku bisa?

* * *

Kenapa aku menulis? ...

Apa yang aku tulis? Perasaanku dan pengalamanku.

Kenapa aku menulisnya? Untuk mengekspresikan ketidakpuasanku terhadap diriku sendiri dan hidup yang saat ini sedang kujalani.

Kemudian? Aku melihat berbagai logical fallacy dalam pernyataan-pernyataanku yang bisa dipatahkan dengan beberapa kalimat pendek, seharusnya begitu mudah untuk memutarbalikkan segalanya.

Namun? Perasaan tidak selalu sejalur dengan logika, aku bisa sedih karena lapar, namun terlalu sedih untuk makan, dan kedua hal itu saling berkontradiksi meskipun mereka dapat saling menyelesaikan satu sama lain.

Dan apa kesimpulan yang diperoleh? Bahwa perasaan bisa berbohong, terjebak dalam mental space yang buruk bisa berbahaya karena mengabaikan logika yang kejam nan dingin namun solutif tidak akan bisa menyelesaikan apapun.

Jadi langkah apa yang paling tepat untuk dilaksanakan setelah memperoleh kesimpulan ini? Untuk beranjak dan mulai memperbaiki satu per satu dari segala yang masih salah dalam hidupku.

Namun? Kita tahu kita tidak akan melakukan itu, kita hanya akan menekan tombol "Unggah postingan" kemudian menepuk punggung kita seraya mengucap "mental exercise yang bagus", lalu membuka Youtube untuk mendengar lagu seraya membuka Twitter di ponsel untuk doomscrolling, terus menerus menghindari sumber masalah.

Jadi apa solusinya? No stones shall be left unturned, jika kita benar-benar ingin memperbaiki hidup kita, kita harus ambil langkah pertama, dan langkah pertama adalah langkah paling berat dan sulit.

Hal seperti apa yang akan jadi langkah pertamamu? *your story begins here*

Friday, April 11, 2025

Refleksi atas refleksi sepanjang kuliah

Aku telah menulis dan menulis dan menulis, seperti yang kulakukan ketika hendak masuk perkuliahan ketika 2022 lalu, dan aku telah berusaha membakar hatiku dengan berbagai macam batang kayu, bahan bakar, batu bara, namun tetap saja sepertinya tidak ada yang berhasil. Bara api itu tidak menyebrang dari kanvas dan merasuk dalam hatiku.

Aku mungkin selalu menulis hidupku yang penuh merana, namun sebenarnya hidupku tidak terlalu buruk juga. Nilaiku mungkin terjun, namun bukankah skydiving juga hobi orang kaya? Ditambah dengan segala kisah-kisah yang sudah aku peroleh sepanjang lika-liku ini, bukankah ini semacam transaksi antara nasib dan pengalaman?

Apakah aku benar-benar pernah sekali pun menulis nelangsanya hidupku, atau apa aku hanya menyiratkannya lewat cara menulisku yang selalu berusaha untuk memandang semua secara positif?


Untuk menjalani butuh keyakinan, to live is to believe. Ku pandang, tentu. Namun apakah aku sudah meyakini apa yang jadi pandanganku? Aku tersesat di tanah ajaib, lost in wonderland, namun aku terus menolak untuk percaya akan keajaiban dan mukjizat yang berusaha ditunjukkan padaku. Bagaimana bisa begitu?

Mungkin yang kubutuhkan adalah mempraktekkan "show don't tell", mungkin aku harus mulai sungguh-sungguh untuk menulis pengalaman-pengalaman luar biasa itu, ketimbang hanya menyebut pengalaman-pengalaman itu luar biasa. 

Tuesday, April 8, 2025

Refleksi sepanjang kuliah

Hidup penuh ombang-ambing, draf entri baru yg dibuat sepanjang tahun namun tidak pernah selesai, kemana arus takdir 'kan membawaku? *cue gran turismo1 toyota dealer theme song*


2 tahun terakhir begitu panjang dan terjal perjalanan kita, melelahkan nan sarat akan makna pelajaran yang sudah kudapat. Namun apakah waktu yang sudah terpakai sebanding dengan ilmu yang kudapat? Tentu saja, tidak ada ilmu yang sia-sia jika dipelajari. Namun di era yang serba efisien ini, selalu terbersit dalam benakku, apakah aku telah salah ambil langkah? Apakah aku seharusnya bisa mendapat ilmu ini lewat cara yang lebih mudah, lebih baik, lebih efisien?


7 bulan kupakai berproses, melatih aktor, mengkomposisi musik, menyutradarai pementasan. Kita juara 2 di lomba monolog tingkat provinsi, hanya dengan waktu latihan 2 minggu dimana kami seharusnya memiliki 3 bulan. Kemudian aku naik menjabat pemimpin teaterku, diriku yang setiap hari menonton youtube dan anime bajakan di asrama sepulang sekolah tiap sore semasa SMA tidak akan pernah menyangka kejutan yang disiapkan takdir.


Diriku mungkin akan kagum, Ia akan bangga dengan perkembangan yang sangat mirip protagonis anime ini. Kemudian dia melihat nilaiku yang sudah terjun bebas, lalu dia melihat aku yang menghela nafas akan nasib dirinya yang begitu naas di masa mendatang. Apa yang akan dia pikirkan? Apa yang terlintas dalam benaknya ketika ia saksikan buah dari masa kepemimpinanku yang sungguh tidak ada wibawanya, sungguh tidak ada arahnya, tak ada maknanya.

"Yaa, you gain and lose things, depending on what you put on the table and what the stakes are, no? Kaya Asha, kan?"

Wouldn't he say that? Your kid-self? Or was that just me externalizing my own problems and seeing it from a 3rd person view instead?

* * *

Mulai darimana kita...


Aku ingat ketika dewasa masih fajar, matahari penuh benderang di langit timur, biru langit terpantul biru laut, dan cakrawala merias diri dengan awan-awan, sambil bersembunyi dibalik kabut bersama harta karunnya. Aku maju tanpa pikir panjang, berlari, menerjang, terjun, memanjat, semua dihadapanku aku lewati.  

Haruhi dan Kyon mengajariku untuk gegabah, karena situasi yang menegangkan, mendebarkan, memalukan nan konyol, bukankah itu karakteristik perjalanan seorang protagonis? Dengan tujuan apa? Karena petualangan baru sangatlah menyenangkan, tentu saja! Bayangkan jadi Columbus yang menemukan Amerika, bayangkan dari laut yang tak berujung, muncul daratan yang tidak pernah kau lihat sebelumnya. Rahasia apa yang tersembunyi di dunia baru ini? Tidakkah terbersit sedikitpun rasa penasaranmu? Jiwa seorang pionir, pengelana, penjelajah yang lama terpendam dalam hati kita. Biarkan Ia merasakan asin nya aroma lautan, biarkan angin menerpa pipi dan wajahnya sekali lagi.

Lalu apa yang terjadi, apa yang sekarang terjadi? Masih banyak petualangan baru yang menunggu diluar, dan kita putuskan sudah cukup bermain-main jadi penjelajahnya, begitu kah?

* * *

Mari kita coba lagi...


Bukan petualangannya, kita tak pernah berhenti merasa haus akan petualangan baru. Dokumenter panjang di youtube masih kita telan bulat-bulat, serial anime terbaru yang kelihatan menarik kita ingat-ingat judulnya, meski entah kapan kita akan menontonnya, karena kita tahu ini belum saat yang tepat untuk menontonnya.

Rasa takut, rasa gelisah menyelimuti kita, namun kita masih diri yang sama seperti dulu. Hendak memuaskan banyak orang, hendak membahagiakan banyak orang, mungkin kita terlena. Mungkin kita ingin memuaskan terlalu banyak orang, mungkin kita harus rehat sejenak dari kebiasaan itu, dan melihat kedalam hati kita untuk mencari tahu apa yang hilang dari diri kita.

Mimpi kita, mimpi kawan-kawan kita, mimpi yang kita bawa, kemana perginya mereka? Mereka masih disini. Namun batu bara yang akan membantu mengantarkan mimpi-mimpi itu menuju realita, belum cukup yang sudah ada di tungku. Butuh lebih banyak lagi.

Darimana mendapatkannya? Batu baranya, energi untuk menyerok batu baranya. Darimana mendapatkannya?

"Lightly, my child. Learn to do everything lightly, even when you're feeling deeply, just feel it lightly. It's dark because you're trying too hard. Lightly, just lightly let things happen, and lightly cope with them." -Aldous Huxley

* * *

Sejak lautan bernyanyi, sudah kita coba banyak hal. Catatan harian fisik, catatan harian digital, grind it rawdog it all, juga sudah. Digital detox, all-in, juga sudah. Namun tetap saja, arahnya tidak jelas. Kita terus terombang-ambing. Apakah kamar kita pernah bersih? Kurasa sudah pernah, namun tidak pernah bertahan lama. Higenitas ruang mental pun berantakan, tatanan jadwal pun roboh, deretan nilai sempurna beruntun pun runtuh.

Untuk apa? Tujuan jangka pendek, sepertinya.

Demi kepuasan sesaat, infrastruktur jangka panjang dihancurkan. Mungkin ini memang keliruku dalam melangkah.

Lantas, apa yang harus kita lakukan sekarang?

Ada april, mei juni, dan juli. April akan ada UTS, Mei akan ada perayaan HUT, Juni akan diisi apa, untuk mengisi reorganisasi dibulan Juli. Lalu kepengurusan baru akan dimulai, akan ada expo, akan ada inagurasi, akan ada perekrutan, akan ada pentas penarikan massa.

Masih ada petualangan baru dibalik tirai, cakrawala masih menunggu dibalik jendela. Hanya perlu menerjang maju lagi, seperti dulu. Kawan kita masih disini, menunggu kita siap lagi. Mungkin kita harus berhenti terlalu serius, dan mulai perbanyak bercanda. Lebih banyak bersuka ria, sebanyak-banyaknya hingga orang-orang iri dengan suka cita kita.


Aku akan rindu hari-hariku yang dulu bisa menerjang maju cakrawala tanpa pikir panjang, namun aku harus menyadari sekarang bahwa itu hanyalah kenaifan dan kepolosan masa muda. It was an unsustainable way of life, and I mourn the passing of my innocence I gradually lost over the past three years.

Namun masih banyak talen idol yang menjual mimpi dalam lagu-lagu mereka, Kaisou Ressha, Asuiro ClearSky, Ode to an Eternal Future, Stellar Stellar, Hologram Circus, Our Bright Parade, Get The Crown, Bokura no Seiza, Hanadoki no Sora. Karena romantisasi masa muda memang sungguh seindah itu, se-menggugah hati itu.

Ketika laut terhampar luas dihadapan kita, jiwa penakluk dalam diri kita bergejolak. Rasanya ingin kita menerjang maju, memenuhi hasrat dalam diri kita untuk menjadi sesuatu. Mungkin pada akhirnya hal itu salah kaprah, untuk menggantungkan nilai dari pencapaian diri pada tindakan yang sudah-sudah. Namun itu pula sungguh-sungguh, sungguh manusiawi.

Aku sudah pernah merangsek maju tanpa pikir panjang, aku pun telah merasakan ragu-ragu dipenuhi teror sambil bersembunyi di barisan belakang memikirkan terlalu banyak apa yang kemungkinan akan terjadi, hingga semua waktu itu terlewat dan sama sekali tidak ada yang terjadi, karena aku terlalu sibuk berada di belakang barisan untuk membuat jalan di barisan depan.

Dan kesimpulannya, sungguh hanya ada satu. Tetap maju, jangan pernah gentar. Seperti lagu nasional. Terima kasih ku haturkan pada Tokino Sora-san dan Shirakami Fubuki-san yang menjadi sosok percontohan untuk kita semua, untukku yang melewati masa sulit. Aku sedang sering mendengarkan lagu mereka yang liriknya penuh makna aku cantumkan dalam entri ini, sesuai tradisi persis saat Kaisou Ressha membakar hatiku kembali sebelum masa perkuliahan dimulai.

The flowers still bloomed,
and a winter sky was still adored
I will chase the sky,
living every moment,
never ever stopping

I will keep you in my mind
Especially your kind words to me
Even if it is long,
even if it's rough,
I’m glad I’ve walked this road with you

-Hanadoki no Sora, Tokino Sora

-------------------------------------------------- 

Berikut draf entri yang sudah aku juduli, tujuannya mendikte arah tulisan yang hendak aku tuangkan, namun tak pernah jadi. Mungkin suatu hari akan ku selesaikan mereka, namun menulis mereka diluar konteks waktu yg terjadi saat aku mengalami perasaan dan pengalaman mereka, rasanya seperti berbohong. Jadi, sepertinya aku tak akan...? Mungkin aku akan mengubah strategi menulisnya, kita lihat nanti.